Senin, 22 Oktober 2012

RUU KAMNAS: Ajang Arogansi Prajurit Loreng


Oleh Shaleh Siregar 

Bicara arogan, negeri ini memang surganya para pegiat arogan. Coba kita intip dimulai dari rakyat hingga para wakil rakyat bepakah diantara mereka yang tidak bersikap arogan, pasti bisa dihitung dengan jari. Pak RT sebelah, tetangga sebelah, bahkan mungkin ayah sendiri. Sekarang yuk kita intip ke gedung kura-kura, anggota DPR yang dengan wah memamerkan harta kekayaannya, jam tangan harganya hingga 70 juta, naik mobil alpard yang harganya 3M, inginnya yang enak-enak saja.




Baru-baru ini kita temui di layar tabung media para prajurit loreng mulai menunjukkan arogansinya kepada hal layak, kali ini korbannya adalah pegiat media. Mereka dilarang untuk meliput pemberitaan pesawat jatuh, alat-alat peliput pun jadi sasaran amukan para prajurit loreng, bahkan hingga aduk fisik tak terhindari. Akibatnya, seluruh persatuan pegiat media di tanah subur ini terpancing amukannya. Seperti kita ketahui para prajurit loreng tugasnya tak lain menjaga negara yang didalamnya terdapat rakyat, lalu menjadi pertanyaan adalah apa yang mereka lindungi? Negara kah atau rakyat? Tidak hanya itu arogansi prajurit loreng sudah ada sejak zaman rezim otoriter, dwi fungsi militer adalah salah satu bentuk tamaknya para prajurit loreng. Nah sekarang ada satu hal lagi yang ingin mereka luncurkan untuk memuluskan tindakan mereka yang arogan.

Saat ini para wakil rakyat sedang asyik membahas sebuah rancangan yang “katanya” akan membuat negara lebih aman, RUU Kamnas namanya. Ada yang menarik tentang RUU Kamnas ini, RUU ini pertamakali dikumandangkan dalam diskusi yang bertema Menegakkan Supremasi Sipil dan Kedaulatan NKRI dalam RUU kamnas yang diprakarsai oleh Partai Kebangkitan Bangsa di Gedung DPR Senaya 9 Oktober lalu.
RUU ini tidak bisa bergelayut di atas ranting demokrasi, seperti di Indonesia. RUU ini bisa menjadi ancaman jika benar-benar disahkan  nantinya, “kebebasan sipil dibelenggu militer karena bersifat membenarkan tindakan represif.” Demikian tindih salah seorang pegiat KONTRAS.

Ini bisa menjadi ancaman nyata bagi rakyat, jika RUU ini disahkan menjadi UU maka kelak kita akan temui orang yang membaca puisi kritikan kinerja pemerintah akan di penjara, buku yang ditulis untuk mengungkapkan bobroknya sistem negeri ini dibakar dan pelakunya dihukum mati, penyanyi yang menyuarakan ide untuk mengkritik sifat bejat para koruptor disumpal mulutnya dengan pistol. Lalu timbul pertanyaan, apa bedanya RUU kamnas ini dengan model represif jaman rezim presiden Soeharto dulu?  Jika RUU ini disahkan maka kekuatan rakyat akan ciut dibalik genggeman arogansi prajurit loreng, maka tidak akan dijumpai lagi gerakan-gerakan seperti, Save KPK, Tuntaskan Century, dsb.

Jika RUU ini disahkan sama saja artinya  kembali ke zaman orde baru, zaman otoriter yang melahap tertib sipil dan HAM. Termasuk menghapus  undang-undang yang sudah ada yakni sekitar 69 UU akan di hapus serta menciptakan banyak grey area baru.

Kalaupun RUU ini disahkan untuk mengatasi polemik carut marut hukum di negeri ini, maka solusi yang dibutuhkan saat ini bukan RUU kamnas tapi penegak hukum yang bersuka cita adil. Ada pula yang mengatakan RUU ini disusun untuk mengatasi masalah korupsi, ya anggap saja itu bisa terjadi tetapi ini over dosis, ghuluw, dan terlalu berlebihan. Analoginya adalah membunuh tikus pakai BOM waktu, bukankah itu hal yang aneh dan berlebihan?

ketua PBNU, Said Aqil siradj sehaluan dengan RUU kamanas.” Namun RUU yang diusulkan harus benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat dan tidak bertentangan degan UU lain” ujarnya. Dia juga menmbahkan bahwa RUU ini tidak mengandung kepetingan dari luar, titipan dari luar, tapi benar-benar untuk rakyat, harus konsekuaen dgn UUD  45 dan semua demi kepentingan bersama.
Dari apa yang diwejawantahkan tokoh yang kontoversial ini, dapat disimpulkan jika Said Aqil Siradj tidak membaca RUU kamnas secara cermat.

Bantahan untuk ketua PBNU diatas, misi utama RUU kamnas adalah mengamankan seluruh pembanguanan nasional dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan demi mengundang investasi, maka ancaman, hambatan, dan gangguan terhadap pembangunan nasional pasti disebut sebagai ancaman nasional. Artinya RUU kamnas nantinya akan membacking kepentingan bisnis kelompk tertentu.

Haris, salah seorang pegiat KONTRAS menganalisa, pasal 20 poin 3 RUU Kamnas, sangat cenderung melindungi investasi asing di berbagai daerah khususnya perlindungan hak pengelolaan lahan tanah oleh investor asing.

“Keberadaan unsur Muspida dalam pasal itu dimentahkan. Lantas, muncul lah Dewan Keamanan Nasional tingkat kabupaten/kota/ yang terdiri dari bupati atau wali kota sebagai kepalanya, dan wakilnya dari unsur TNI setingkat Kodim, unsur Polri setingkat Kapolres, unsur kejaksaan, unsur Badan Penanggulangan Bencana Daerah, unsur Badan Narkotika daerah atau kota, dan unsur kedinasan kementerian.”

“Artinya, bupati atau wali kota dapat mengecap seseorang atau sekelompok orang sebagai pengancam kamnas, kalau dinilai mengggangu investasi asing. Padahal, mereka kan selama ini menuntut hak tanah miliknya,” bebernya.

Haris mencontohkan berbagai konflik sosial maupun konflik pertanahan seperti di Mesuji Lampung dan Ogan Ilir Sumatera Selatan, Sumbawa NTB, serta Papua, telah menghambat masuknya investasi asing ke Indonesia.

“Ini pun berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang selalu dibanggakan Pemerintah SBY,” imbuhnya.
Tudingan polisi yang selalu “kurang lancar” menangani konflik sosial, dijawab dengan ide RUU Kamnas. Padahal, RUU ini bisa saja hanya untuk memperkuat keamanan demi mengamankan bisnis semata, termasuk untuk memberikan kepastian hukum bagi polisi.

Padahal, mestinya keamanan itu kan untuk tiap-tiap individu. Artinya, isi RUU Kamnas harus lebih pro hak-hak sipil, supaya sesuai semangat dan tujuan reformasi 1998.

RUU Kamnas sangat ironis keberadaannya, karena seakan-akan melupakan tragedi Semanggi II pada 1999. Di mana, beberapa mahasiswa meninggal dunia ditembak peluru aparat, saat berunjuk rasa menolak RUU PKB (Penanggulangan Keadaan Bahaya), yang semangatnya nyaris sama dengan RUU Kamnas.
Yang jelas, pasal 17 dan 54 dalam RUU Kamnas, sangat membuka peluang untuk kembalinya militer dalam mencampuri kehidupan sosial masyarakat alias dwi fungsi militer yang otoriter dan kejam. Jadi, cermatilah ide-ide para pemegang kepentingan yang duduk di kursi empuk senayan yang  “katanya” wakil rakyat. Apakah logis wakil rakyat mengantarkan rakyatnya kepada kesengsaraan?

20 oktober 2012

Sumber tulisan : http://celotehtangan.wordpress.com/2012/10/20/ruu-kamnas-ajang-arogansi-prajurit-loreng/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar